Motivasi Pembelajaran

•Oktober 27, 2008 • Tinggalkan sebuah Komentar


Latar Belakang

Anak-anak belajar dengan orang lain melalui berbagai cara, meski cara anak yang satu dengan yang lain berbeda, adalah hal-hal yang umum yang terjadi pada hampir semua anak didik.

Pengetahuan tentang hakikat pembelajaran yang terjadi pada mereka peserta didik sangat penting bagi pelaksanaan pembelajaran. Khususnya pada waktu menerima pembelajaran, itulah sebabnya calon guru sekolah dasar harus menguasai berbagai konsep motivasi belajar yang terkait dengan perkembangan dan pemerolehan ilmu pengetahuan.

Rumusah Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

    1. Pengertian motivasi.
    2. Pengertian motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
    3. Prinsip-prinsip motivasi belajar.
    4. Fungsi motivasi dalam belajar.
    5. Bentuk-bentuk motivasi di sekolah.
    6. Upaya meningkatkan motivasi belajar.
    7. Peranan motivasi dalam belajar dan pembelajaran.
    8. Teknik-teknik motivasi dalam belajar-mengajar.
    9. Peranan guru dalam motivasi belajar siswa.

Pengertian Motivasi

Menurut Mc. Donald (Sardiman, 2003 : 73), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya ”Feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari sini apa yang dikemukakan Mc. Donald mengandung 3 elemen penting:

  1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu.
  2. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa.feeling, afeksi seseorang.
  3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan, jadi motivasi merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan.

Dengan ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks.

Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

1. Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh anak yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh/mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku untuk dibacanya.

Perlu diketahui bahwa siswa yang memiliki motivasi intrinsik berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tersebut.

2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh seorang anak belajar, karena tahu besok paginya akan ada ujian dengan harapan mendapat nilai baik, sehingga akan dipuji pacarnya.

Menurut Sudirman (2003 : 91), motivasi ekstrinsik ini bukan berarti tidak baik atau tidak penting. Dalam kegiatan belajar mengajar tetap penting. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi.

Prinsip-prinsip Motivasi Belajar

Motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar seseorang. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka perlu dipahami pula prinsip motivasi dalam belajar, menurut Sudirman (2003 : 118), sebagai berikut:

1. Motivasi Sebagai Dasar Penggerak yang Mendorong Aktivitas Belajar.

Seseorang yang berminat untuk belajar belum sampai pada minat merupakan kecenderungan psikologis yang menyenangi sesuatu objek, belum sampai melakukan kegiatan. Namun, minat adalah alat motivasi dalam belajar.

Bila seseorang sudah termotivasi untuk belajar, maka dia akan melakukan aktivitas belajar dalam rentang waktu tersebut.

2. Motivasi Intrinsik Lebih Utama daripada Motivasi Ekstrinsik dalam Belajar.

Efek yang tidak diharapkan dari pemberian motivasi ekstrinsik adalah kecenderungan ketergantungan anak didik terhadap segala sesuatu di laur dirinya. Selain kurang percaya diri, anak didik juga bermental pengharapan dan mudah terpengaruh. Oleh karena itu, motivasi intrinsik lebih utama dalam belajar.

3. Motivasi Berupa Pujian Lebih Baik daripada Hukuman

Setiap orang senang dihargai dan tidak suka dihukum dalam bentuk apapun juga. Memuji orang lain berarti memberikan penghargaan atas prestasi kerja orang lain. Hal ini akan memberi semangat kepada seseorang untuk lebih meningkatkan prestasi kerjanya. Hukuman badan tidak dipakai lagi dalam pendidikan modern sekarang, karena hal itu tidak mendidik. Hukuman mata pelajaran tertentu, menghapal ayat-ayat Al-Quran, membersihkan halaman sekolah, dan sebagainya.

4. Motivasi Berhubungan Erat dengan Kebutuhan dalam Belajar

Kebutuhan yang tak biasa dihindari oleh anak didik adalah keinginan untuk menguasai sejumlah ilmu pengetahuan. Oleh karena itulah anak didik belajar. Karena bila tidak belajar berarti anak didik tidak akan mendapat ilmu pengetahuan. Bagaimana untuk mengembangkan diri dengan memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki bila potensi-potensi itu tidak ditumbuhkembangkan melalui ilmu pengetahuan. Jadi belajar santapan utama anak didik.

5. Motivasi dapat Memupuk Optimisme dalam Belajar

Anak didik yang mempunyai motivasi dalam belajar selalu yakin dapat menyelesaikan setap pekerjaan yang dilakukan. Dia yakin bahwa belajar bukanlah kegiatan yang sia-sia. Hasilnya pasti akan berguna tidak hanya kini, tapi juga hari-hari mendatang.

6. Motivasi Melahirkan Prestasi dalam Belajar

Dari berbagai hasil penelitian selalu menyimpulkan bahwa motivasi mempengaruhi prestasi belajar. Tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan indikator baik buruknya prestasi belajar seorang anak didik.

Fungsi Motivasi Dalam Belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar pasti ditemukan anak didik yang malas berpartisipasi dalam belajar serta ada juga anak didik yang aktif berpartisipasi dalam belajar. Di sini peran guru untuk memberikan suntikan dalam bentuk motivasi intrinsik maupun ekstrinsik. Baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik sama berfungsi sebagai pendorong, penggerak penyeleksi perbuatan. Dorongan adalah fenomena psikologis dari dalam yang melahirkan hasrat untuk bergerak dalam menyeleksi perbuatan yang akan dilakukan. (Sudirman; 2003 : 122).

Untuk jelasnya ketiga fungsi motivasi dalam belajar tersebut di atas, akan diuraikan sebagi berikut:

  1. Motivasi Sebagai Pendorong Perbuatan

Pada mulanya anak didik tidak ada hasrat untuk belajar, tapi karena ada sesuatu yang dicari muncullah minatnya untuk belajar. Sesuatu yang akan dicari itu dalam rangka untuk memuaskan rasa ingin tahunya dari sesuatu yang akan dipelajari. Sesuatu yang belum diketahui itu akhirnya mendorong anak didik untuk belajar dalam rangka mencari tahu.

  1. Motivasi Sebagai Penggerak Perbuatan

Di sini anak didik sudah melakukan aktivitas belajar dengan segenap jiwa dan raga. Akal pikiran berproses dengan sikap raga yang cenderung tunduk dengan kehendak perbuatan belajar.

  1. Motivasi Sebagai Pengarah Perbuatan

Anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan. Tujuan belajar sebagai pengaruh yang memberikan motivasi kepada anak didik dalam belajar. Dengan kehendak perbuatan belajar.

  1. Motivasi Sebagai Pengarah Perbuatan

Anak didik mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan.tujuan belajar sebagai pengarah yang memberikan motivsi kepada anak didik dalam belajar. Dengan tekun anak didik belajar. Dengan penuh konsentrasi anak didik agar tujuannya mencari sesuatu yang ingin diketahui/dimengerti itu cepat tercapai.

Bentuk-bentuk Motivasi di Sekolah

Motivasi bagi pelajar dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Dalam kaitan ini perlu diketahui bahwa cara dan jenis menumbuhkan motivasi adalah bermacam-macam. Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah:

1. Memberi Angka

Angka dimaksud adalah sebagai simbol atau nilai dari hasil aktivitas belajar anak didik. Angka merupakan alat motivasi yang cukup memberikan rangsangan kepada anak didik untuk mempertahankan atau bahkan lebih meningkatkan prestasi belajar mereka di masa mendatang.

2. Hadiah

Hadiah adalah memberikan sesuatu memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai penghargaan atau kenang-kenangan. Semua orang berhak menerima hadiah dari seseorang dengan motif-motif tertentu.

3. Kompetesi

Kompetisi adalah persaingan, dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong anak didik agar mereka bergairah belajar. Persaingan, baik dalam bentuk individu maupun kelompok diperlukan dalam pendidikan. Kondisi ini bisa dimanfaatkan untuk menjadikan proses interaksi belajar mengajar yang kondusif.

4. Ego-Involvement

Menumbuhkan kesadaran kepada anak didik agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai suatu tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.

5. Memberi Ulangan

Ulangan bisa dijadikan sebagai alat motivasi. Anak didik biasanya mempersiapkan diri belajar jauh-jauh hari untuk menghadapi ulangan. Berbagai usaha dan teknik bagaimana agar dapat menguasai semua bahan-bahan pelajaran.

6. Mengetahui Hasil

Dengan mengetahui hasil, anak didik terdorong untuk belajar lebih giat.

7. Pujian

Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik.

8. Hukuman

Meski hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi bila dilakukan dengan tepat dan bijak akan merupakan alat motivasi yang baik dan efektif. Hukuman merupakan alat motivasi bila dilakukan dengan pendekatan edukatif.

9. Hasrat Untuk Belajar

Minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang.

10. Minat

Minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan aktivitasn itu secara konsisten dengan rasa senang.

11. Tujuan yang Diakui

Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh anak didik merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab memahami tujuan yang harus dicapai, dirasakan anak sangat berguna dan menguntungkan, sehingga menimbulkan gairah untuk terus belajar.

Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar

Menurut De Decce dan Graw Ford (1974) (Syaiul bahri, 2003 ; 135), ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar didik, yaitu:

1. Menggairahkan Anak Didik

Dalam kegiatan rutin di kelas sehari-hari harus berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan. Untuk dapat meningkatkan kegairahan anak didik, guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai disposisi awal setiap anak didiknya.

2. Memberikan Harapan Realitas

Guru harus memelihara harapan-harapan anak didik yang realistis dan memodifikasi harapan-harapan yang kurang atau tidak realistis. Untuk itu guru perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau kegagalan akademis setiap anak didik.

3. Memberikan Insentif

Bila anak didik mengalami keberhasilan, guru diharapkan memberikan hadiah kepada anak didik (pujian angka yang baik, dan sebagainya) atas keberhasilannya, sehingga anak didik terdorong untuk melaksanakan usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pengajaran.

4. Mengarahkan Anak Didik

Mengarahkan perilaku anak didik adalah tuga sguru. Di sini guru dituntut memberikan respons terhadap anak didik yang tak terlibat langsung dalam kegiatan belajar di kelas. Anak didik yang diam, yang membuat keributan, yang berbicara semaunya, dan sebagainya harus diberikan teguran secara arif dan bijaksana.

Seperti dikutip oleh Gage dan Berliner (1979), French dan Raven (1959) menyarankan sejumlah cara meningkatkan motivasi anak didik tanpa harus melakukan reorganisasi kelas secara besar-besaran.

1) Pergunakan Pujian Verbal

2) Pergunakan Tes dan Nilai Secara Bijaksana

3) Membangkitkan Rasa Ingin Tahu dan Hasrat Eksplorasi

4) Melakukan Hal yang Luar Biasa

5) Merangsang Hasrat Anak Didik

6) Memanfaatkan Apersepsi Anak Didik

7) Terapkan Konsep-konsep atau Prinsip-prinsip dan Konteks yang Unik dan Luar Biasa Agar Anak Didik lebih Terlibat Dalam Belajar

8) Minata Kepada Anak Didik Untuk Mempergunaka Hal-hal yang Sudah Dipelajari Sebelumnya

9) Pergunakan Simulasi dan Permainan

10) Perkecil Daya Tarik Sistem Yang Bertentangan

11) Perkecil Konsekuensi-konsekuensi yang Tidak Menyenangkan Terhadap Anak Didik dari Keterlibatan Dalam Belajar

Peranan Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran

Konsep motivasi dapat membantu kita dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang belajar. Ada beberapa peranan penting dari motivasi itu dalam belajar dan pembelajaran.

1. Motivasi Menentukan Penguat Belajar

Sesuatu itu dapat menjadi penguat belajar bagi seseorang, apabila dia sedang benar-benar mempunyai motivasi untuk belajar sesuatu. Dengan perkataan lain motivasi itu dapat menentukan hal-hal apa di lingkungan kita yang dapat memperkuat perbuatan belajar. Seorang guru perlu memahami suasana itu, agar dia dapat membantu siswanya dalam memilih faktor-faktor atau keadaan yang ada dalam lingkungan siswa untuk dijadikan bahan melainkan yang lebih penting adalah mengaitkan ini pelajaran dengan perangkat apapun yang berada paling dekat dengan siswanya di lingkungannya.

2. Motivasi Memperjelas Tujuan Belajar

Belajar tentang sesuatu itu akan lebih mudah apabila kita memahami apa tujuan pelajaran itu. Motivasi itu telah memperjelas tujuan belajarnya, dan kejelasan tujuan belajar itu dapat meningkatkan hasil belajar.

3. Motivasi Menentukan Ragam Kendali Rangsangan Belajar

Motivasi yang telah dimiliki bukan saja memperjelas tujuan pelajaran yang sedang diikutinya, melainkan juga dapat digunakan untuk memilih hal-hal mana dari cerita guru itu itu yang berguna untuk memantapkan pelajaran yang diterimanya itu.

4. Motivasi Menentukan Ketekunan Belajar

Dalam hal ini tampak bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun belajar. Sebaliknya apabila seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka dia tidak akan tahan lama belajar. Dia akan mudah tergoda untuk mengerjakan hal yang lain dan bukan belajar. Ini berarti bahwa motivasi itu sangat berpengaruh terhadap ketahanan dan ketekunan belajar.

Peranan dan pengaruh motivasi itu terhadap proses dan keberhasilan belajar siswa. Tidak jarang terjadi bahwa seorang anak yang cerdas, memiliki kemampuan belajar yang tinggi, tetapi tidak berhasil menyelesaikan pelajaran di suatu sekolah, hanya karena dia tidak mau belajar di situ, dia tidak siap untuk bersekolah di situ: dia tidak bermotivasi.

Teknik-teknik Motivasi dalam Belajar Mengajar

1. Pernyataan penghargaan secara verbal. Pernyataan verbal terhadap perilaku yang baik hasil kerja atau hasil belajar siswa yang baik merupakan cara paling mudah yang sangat efektif untuk meningkatkan motif belajar siswa menuju kepada hasil belajar yang baik. Pernyataan seperti ”Bagus sekali…”, ”Hebat…”, ”Menakjubkan…” di samping akan menyenangkan siswa yang bersangkutan, pernyataan verbal itu mengandung makna interaksi dan pengalaman pribadi yang berlangsung antara siswa dan guru, dan penyampaiannya konkret, sehingga merupakan suatu persetujuan atau pengakuan sosial, apalagi kalau penghargaan verbal itu diberikan di depan orang banyak.

2. Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan. Pengetahuan atas hasil pekerjaan merupakan suatu acara untuk meningkatkan motif belajar siswa.

3. Menimbulkan rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu merupakan daya untuk meningkatkan motif belajar siswa. Rasa ingin tahu ini dapat ditimbulkan oleh susasana mengejutkan, keragu-raguan, ketidaktentuan, adanya kontradiksi, menghadapi masalah yang sulit dipecahkan, menemui suatu hal yang baru, menghadapi teka-teki.

4. Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa. Dalam upaya ini pun guru sebenarnya bermaksud untuk menimbulkan rasa ingin tahu siswa.

5. Menjadikan tahap dini dalam belajar mduah bagi siswa.

6. Menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam belajar. Sesuatu yang telah dikenal siswa dapat diterima dan diingatkan lebih mudah. Jadi gunakanlah hal-hal yang telah diketahui siswa itu sebagai wahana untuk menjelaskan sesuatu yang baru atau belum dipahami oleh siswa.

7. Gunakan kaitan yang unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu konsep dan prinsip yang telah dipahami. Sesuatu yang unik, tak terduga, dan aneh akan lebih dikenang oleh siswa daripada sesuatu yang biasa-biasa saja. Misalnya, untuk menjelaskan prinsip penyediaan (supply) dan kebutuhan (demand) dalam ekonomi, gunakanlah contoh penerapan tentang harga ganja.

8. Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan jalan ini, selain siswa belajar dengan menggunakan hal-hal yang telah dikenalnya, juga dia dapat menguatkan pemahaman atau pengetahuannya tentang hal dipelajarinya itu.

9. Menggunakan simulasi dan permainan. Simulasi merupakan upaya untuk menerapkan sesuatu yang telah dipelajari atau seseuatu yang sedang dipelajari melalui tindakan langsung. Baik simulasi maupun permainan merupakan proses yang sangat menarik bagi siswa.

10. Memberi kesempurnaan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan umum. Hal ini akan menimbulkan rasa bangga dan dihargai oleh umum. Pada gilirannya suasana ini akan meningkatkan motif belajar siswa.

11. Mengurangi akibat yang tidak menyenangkan dari keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar. Hal-hal positif dari keterlibatan siswa dalam belajar hendaknya ditekankan, sedangkan hal-hal yang berdampak negatif seyogianya dikurangi. Dampak negatif itu antara lain mencakup:

a. Kehilangan kepercayaan diri, misalnya karena tidak diketahui orang dia tidak dapat memecahkan suatu masalah.

b. Ketidak nyamanan jasmani, seperti duduk terlalu lama.

c. Kecewa karena tidak memperoleh keuntungan.

d. Orang lain tidak dapat memahami apa yang dimaksudnya.

e. Disuruh menghentikan pekerjaan pada saat dia sedang sangat tertarik dengan pekerjaannya itu.

f. Mengikuti ujian mengenai materi yang belum pernah diajarkan.

12. Memahami iklim sosial dalam sekolah. Pemahaman iklim dan suasana sekolah merupakan pendorong untuk kemudahan berbuat bagi siswa di sekolahnya itu. Dengan pemahaman itu, dia akan mampu memperoleh bantuan yang tepat untuk suatu kesulitan.

13. Memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat. Guru seyogyianya memahami secara tepat bilamana dia harus menggunakan berbagai manifestasi kewibawaannya kepada siswa untuk meningkatkan motif belajarnya.

14. Memperpadukan motif-motif yang kuat. Seorang siswa giat belajar mungkin karena latar belakang motif berprestasi sebagai motif yang kuat.

15. Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai. Di atas telah dikemukakan bahwa seseorang akan berbuat lebih baik dan berhasil apabila dia memahami apa yang harus dikerjakannya, apa yang dicapai dengan perbuatannya itu.

16. Merumuskan tujuan-tujuan sementara. Tujuan belajar dapat merupakan rumusan yang sangat luas dan jauh utnuk dicapai. Supaya upaya mencapai tujuan itu lebih terarah, maka tujuan-tujuan belajar yang umum itu seyogianya dipilih menjadi tujuan-tujuan sementara yang lebih jelas dan lebih mudah.

17. Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai. Dalam belajar hal ini dapat dilakukan dengan selalu memberitahukan nilai ujian atau nilai pekerjaan rumah.

18. Membuat suasana persaingan yang sehat di antara para siswa. Suasana ini akan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengukur kemampuan dirinya melalui kemampuan orang lain.

19. Mengembangkan persaingan dengan diri sendiri. Persaingan semacam ini dapat dilakukan dengan memberikan tugas dalam berbagai kegiatan yang harus dilakukan sendiri.

20. Memberikan contoh yang positif. Banyak guru yang mempunyai kebiasaan untuk membebankan pekerjaan para siswa tanpa control. Biasanya dia memberikan suatu tugas kepada kelas, dan guru meninggalkan kelas itu untuk melaksanakan pekerjaan lain. Keadaan ini tidak baik. Untuk menggiatkan belajar siswa, guru tidak cukup dengan cara memberi tugas saja, melainkan harus dilakukan pengawasan dan pembimbingnya yang memadai selama siswa mengerjakan tugas kelas itu.

Peranan Guru dalam Motivasi Belajar Siswa

Dalam upaya meningkatkan motif belajar siswa, guru mempunyai peranan yang sangat besar, antara lain adalah:

1. Mengenal setiap siswa yang diajarnya secara pribadi. Dengan mengenalisetiap siswa secara pribadi, maka guru akan mampu memperlakukan setiap siswa secara tepat. Dengan demikian, maka upaya peningkatan motif belajar siswa dapat dilakukan secara tepat pula. Meskipun dia berhadapan dengan kelompok siswa dalam kelas, apabila guru mengenal setiap siswanya secara pribadi, dia akan mampu pula memperlakukan setiap siswa dalam kelompok secara berbeda sesuai dengan keadaan dan kemampuan serta kesulitan dan kekuatan yang dimiliki oleh setiap siswanya itu.

2. Memperlihatkan interaksi yang menyenangkan. Interaksi yang menyenangkan ini akan menimbulkan suasana aman dalam kelas. Para siswa bebas dari ketakutan akan melakukan perbuatan yang ”tidak berkenan” bagi gurunya. Interaksi yang menyenangkan ini dapat membuat suasana sehat dalam kelas. Suasana yang menyenangkan dan sehat itu akan menimbulkan suasana yang mendukung untuk terjadinya belajar, motif belajar siswa menjadi lebih baik.

3. Menguasai berbagai metode dan teknik mengajar dan menggunakannya secara tepat. Penguasaan berbagai metode dan teknik mengajar dan penerapannya secara tepat membuat guru mampu mengubah-ubah cara mengajarnya sesuai dengan suasana kelas. Pada para siswa – terutama di sekolah dasar – sering timbul suasana cepat bosan dengan keadaan yang tidak berubah. Guru harus dapat menyimak perubahan suasana kelas sebagai akibat dari kebosanan siswa akan suasana yang tidak berubah itu. Guru dapat mengembalikan gairah belajar anak, antaranya dengan mengubah metode atau teknik mengajar pada waktu suasana bosan itu mulai muncul.

4. Menjaga suasana kelas supaya para siswa terhindar dari konflik dan frustasi. Suasana konflik dan frustasi di kelas menimbulkan gairah belajar siswa menurun. Perhatian mereka tidak lagi terhadap kegiatan belajar, melainkan kepada upaya menghilangkan konflik dan frustasi itu. Energi mereka habis untuk memecahkan konflik dan frustasi, sehingga mereka tidak dapat belajar. Apabila guru dapat menjaga suasana kelas dan meniadakan konflik dan frustasi itu, maka konsentrasi siswa secara penuh akan dapat dikembalikan kepada kegiatan belajar. Konsentrasi penuh terhadap belajar itu dapat meningkatkan motif belajar anak dan pada gilirannya akan menignkatkan hasil belajarnya.

5. Memperlakukan siswa sesuai dengan keadaan dan kemampuannya. Sebagai kelanjutan dari pemahaman siswa secara pribadi, guru dapat memperlakukan setiap siswa secara tepat sesuai dengan hal-hal yang diketahuinya dari setiap siswa itu.

Komunikasi Politik

•Oktober 26, 2008 • Tinggalkan sebuah Komentar

Komunikasi Politik

Pola yang diperankannya, maka dapat dianalisis budaya politik suatu masyarakat. Menurut Rush dan Althoff (1997:255), komunikasi politik – transmisi informasi yang relevan secara politis dari suatu bagian system politik kepada system politik yang lain, dan antara system sosia; dengan system politi – merupakan unsure dinamis dari suatu system politi; dan proses sosialisas, patisipasi, serta rekrutmen politik bergantung pada komunikasi.

Kesulitan dalam mendefinisikan komunikasi politik terutama dipengruhi oleh keragaman sudut pandang terhadap kompleksitas realitas sehari – hari. Kalaupun komuinikasi dipahami secara sederhana sebagai “proses penyampaian pesan tetapi tetap saja akan muncul pertanyaan, apakah dengan demikian komunikasi politik berarti “proses penyampaian pesan – pesan politis”. Lalu apa yang dimaksud dengan pesan-pesan politis itu ? Benarkah dengan hal ini, sebelum memahami konsep dasar komunikasi politik, perlu ditelusuri pengertian politik paling tidak dalam kontek yang menjadi masalah penelitian ini.

Politics, dalam bahasa Inggris, adalah sinonim dari kata politik atau ilmu politik dalam bahasa Indonesia. Bahasa Yunani pun mengenal beberapa istilah yang terkait dengan kata politik, seperti politicos (menyangkut warga Negara), polites (seorang warga negara), poli (kota, negara), dan politeia (kewarga negaraan). Pengertian leksikal seperti ini mendorong lahirnya penafsiran politik sebagai tindakan-tindakan, temasuk tindakan komunikas, atau relasi social dalam konteks benegara atau urusan public.

Dalam pandangan Dye (1900: 1), politik didefinisikan sebagai”the managementof conflict”. Definisi ini didasarkan pada satu anggapan salah satu tujuan pokok pemerintah ada;ah mengatur konflik. Jadi pemerintah sendiri diperlukan untuk menjamin kehidupan yang tentram bagi masyarakatnya, terhindar dari terjadinya konflik diantara individu ataupun kelompok dalam masyarakat.

Itu sebabnya, Susanto (1985: 2) mendifinisikan komunikasi politik sebagai “Komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sangsi yang ditentukan bersama.” Sedangkan dilihat dari sisi kegunaannya, menurut Kantaprawira (1988: 60), Komunikasi politik berguna untuk ”Menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikiran intra-golongan, institute, asosiasi, ataupun sektor pemerintahan”. Dua rumusan yang saling melengkapi ini mengisyaratkan bahwa komunikasi politik ini memang baru merupakan kegiatan pra-politik. Ia mempersiapkan situasi politik yang kondusif bagi suatu kepentingan tertentu. Di antara faktor yang ikut menentukan daya tahan pemerintah orde baru selama kurang lebih 30 tahun, misalnya, adalah karena intensifnya komunikasi politik yang sengaja diarahkan untuk memperoleh pengaruh masa melalui proses akomodasi dan konfrontasi setiap pikiran politik yang hidup dimasyarakat.

Karena itu, seperti dikatakan Rush dan Althoff (1997: 24), komunikasi politik memainkan peranan yang amat penting dalam suatu sistem politik. Ia merupakan elemen dinamis, dan menjadi bagian yang menentukan dari proses-proses sosialisasi politik, partisipasi politik dan rekrutment politik. Sedangkan dalam konteks sosialisasi politik, grabber (1984: 137-138) memandang komunikasi politik itu sebagai proses pembelajaran, penerimaan dan persetujua atas kebiasaan-kebiasaan (customs) atau aturan-aturan (rules), struktur, dan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan politik. Ia menempati posisi pentingdalam kehidupan sosial politik karena dapat mempengaruhi kualitas interaksi antara masyarakat dengan penguasa.

2. Unsur-unsur Komunikasi Politik

Ada beberapa komponen penting yang terlibat dalam proses komunikasi politik seperti tergambar diatas. Pertama, komunikator dalam komunikasi politik, yaitu pihak yang memprakarsai dan mengarahkan suatu tindak komunikasi. Seperti dalam komunikasi pada umumnya, komunikator dalam komunikasi politik dapat dibedakan dalam bentuk individu, lembaga, ataupun berupa kumpulan orang. Jika seorang tokoh, pejabat atau pun rakyat biasa, misalnya, bertindak sebagai sumber dalam suatu kegiatan kumunikasi politik, maka dalam beberapa hal ia dapat sebagai sumber individual (individual source). Sedangkan pada momentum yang lain , meskipun individu-individu itu yang berbicara tetapi karena ia mewakili suatu lembaga atau menjadi juru bicara dari suatu organisasi, maka saat itu ia dapat dipandang sebagai sumber kolektif (collectivesourve).

Kedua, khalayak komunikasi politik, yaitu peran penerima yang sebetulnya hanya bersifat sementara. Sebab, seperti konsep umum yang berlaku dalam komunikasi, ketika penerima itu memberikan feedback dalam sesuatu proses komunikasi politik, atau pada saat ia menruska pesan-pesan itu kepada khalayak yang lain dalam kesempatan komunikasi yang berbeda, maka pda saat itu peran penerima berubah menjadi sumber atau komunikator. Khalayak komunikasi dapat memberikan respon atau umpan balik, baik dalambentuk pikiran, sikap maupun prolaku politik yang diperankannya.

Ketiga, saluran-saluran komunikasi politik, yakni setiap pihak atau unsur yang memungkinkan sampainya pesan-pesan politik. Dalam hal-hal tertentu, memang terda[at fungsi ganda yang diperankan unsur-unsur tertentu dalam komunikasi politik. Misalnya dalam proses komunikasi politik, birokrasi dapat memerankan fungsi ganda. Di satu sisi, seperti telah di jelaskan diatas, ia berperan sebagai komunikator yang menyampaikan pesan-pesan dari pemerintah; dan disisi lain ia berperan sebagai saluran komunikasi bagi lewatnyan informasi yang berasal dari khalayak mayarakat.

3. Komunikasi Politik dan Opini Publik

Beberapa konsep dasar komunikasi politik seperti dijelaskan diatas sebelum mengilustarsinya adanya kaitan fungsional antara komunikasi politik dengan proses pembentukan opini public. Misalnya, ketika Susanto (1985: 2) memberikan batasan tentang komunikasi politik, ia menyebutkan adanya unsure-unsur masalah yang dibahas dengan melibatkan orang banyak. Di sisi lain, opini public sendiri, seperti didefinisikan hennessy (1975: 1), meruapakan suatu kompleksitas pilhan-pilihan yang dinyatakan oleh banyak orang berkaitan oleh suatu isu yang dipandang penting oleh umum. Menurutnya, definisi ini lebih bersifat akademik dan berbeda dari pada definisi yang pada umumnya digunakan oleh para politisi. Karena itu public bukan berarti umum. Ia adalah kumpulan orang-orang yang memilik minat dan kepentingan yangsama terhadap suatu isu. Publik juga ditandai oleh adanya suatu isu yang dihadapi dan dibincangkan oleh kelompok kepentingan yang dimaksud, yang menghasilkan terbentuknya opini mengenai isu tersebut. Selain itu, publik juga bersifat kontorversial, sehingga dapat mengundang terjadinya proses diskusi(Nasution,1990: 4). Menurut Bernad Hennesyy (1975), seperti digambarkan dalam rumusan dedfinisinya diatas, ada lima faktor penting yang menyebabkan terbentuknya opini publik.

a. Adanya isu. Secara sederhana, opini public dapat di ilustrasikan semacam consensus yang terbentuk dalam suatu arus perbincangan tentang suatu isu. Dalam rumusan yang berbeda, opini publik sering disebutkan sebagai suatu generalisasi yang menggambarkan adanya semacam sikap kolektif atau kesadaran publik. Sedangkan yang dimaksud isu yang sedang kita bicarakan ini , adalah suatu persoalan kekinian yang sedang diperbincangkan dalam situasi ketidak sepakatan. Karena itu , dala suatu isu terdapat elemen-elemen yang mendorong munculnya kuntroversi pendapat.

b. Adanya publik. Elemen yang kedua adalah adanya kelompok yang jelas dan tertarik dengan isu tersebut. “This is the public of public opinion,” tulis Hennessy. Konsep publik yang digunakan disini diambil dari Jhon Dewey dalam bukunya The Public and Its Problems. Menurutnya, dalam suatu system sosial, terdapat banyak public yang masing-masing terdiri dari individu-individu yang secara bersama-sama dipengaruhi oleh aksi dan gagasan. Dengan demikian, menurut Dewey, setiap isu dapat memunculkan publiknya masing-masin.

c. Adanya Kompleksitas pilihan-pilihan dalam public. Kompleksitas pilihan-pilihan ini merujuk pada totalitas opini berkaitan dengan isu yang menjadi perhatian seluruh anggota publik. Pada setiap isu, perhatian publik akan dibagi dua atau lebih pandangan yang berbeda. Banyaknya pandangan dalam isu akan sangat bergantung pada sikap setiap anggota publik, pengalaman sebelumnya dan kompleksitas isu itu sendiri. Artinya, muatan isu relatif sederhana tidak akan pandangan yang sangat beragam.

d. Pernyataan Opini. Pandangan ini dapat membentuk opini publik adalah pandangan yang dinyatakan secara terbuka. Terdapat banyak cara yang bisa digunakan untuk menyatakan opini. Tetapi, bahas, baik dinyatakan lisan ataupun tertulis, merupakan bentuk yang paling umum digunakan untuk menyatakan suatu opini. Pernyataan dimaksud juga mensyaratkan keterbukaan sehingga mengundan sebanyak-banyaknya respon. Karema itu, pada tahap menyataka opini secara tebuka ini, media massa merupakan alat yang relatif efektif juaga efisien.

e. Banyaknya individu yang terlibat. Faktor terakhir yang ikut menentukan proses pembentukan opini publik adalah banyaknya publik yang tertarik dengan isu. Berapa batas ukuran publik yang dimaksud? Ada beberapa norma yang digunakan, antara lainL1) besarnya publik tidak selalu ditentukan oleh jumlah mayoritas yang terlibat dalam perbincangan dalamisu; (2) publik yang terlibat tidak harus mereka yang memilki gagasan awal atau pun mereka yang melahirka isu; (3) segnifikasi publik terutama ditentuka oleh efektifitas komunikasi yang berlangsung dalam proses pembentukan opini sampai pada pertimbangan dalam penetapan bahwa suatu opini telah menjadi opini publik.

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bangsa

•Oktober 26, 2008 • Tinggalkan sebuah Komentar

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA DALAM

PEMBANGUNAN NASIONAL

Paradigma pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sifatmnya sangat dinamis hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya hasil-hasil penelitian manusia, sehingga dalam perkembangannya terdapat suatu kemungkinan yang sangat besar ditemukannya kelemahan-kelemahan pada teori yang telah ditemukan sebelumnya.

Istilah ilmiah tersebut kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia serta ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya serta bidang-bidang lainnya. Dalam masalah yang populer ini istilah paradigma berkembang menjadi terminology yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir oreintasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan

Untuk mencapai tujuan dalam hidup masyarakat berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini sebagai perwujudan praktis dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Tujuan Negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang rinciannya adalah sebagai berikut : “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,” hal ini dalam kapasitasnya tujuan Negara hukum, format ataupun rumusannya adalah “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Hal ini diwujudkan dalam tata pergaulan masyarakat internasional.

Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembanguanan, Unsur-unsur hakikat manusia “ monopluralis” meliputi susunan kodrat manusia. Rohani (jiwa) dan raga, sifat kodrat manusia makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena pembangunan nasional sebagai upaya praktis untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka pembangunan haruslah mendasarkan pada paradigma hakikat manusia “monopluralis” tersebut.

  1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangunan Iptek

Pancasila yang sila-silanya merupakan suatu kesatuan yang sistimatis haruslah menjadi system etika dalam pembangunan Iptek. Pada hakekatnya sila-sila Pancasila harus merupakan sumber nilai, kerangka pikir serta basis moralitas bagi pengembangan Iptek.

  1. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUD HANKAM

Pembangunan yang merupakan realisasi praktis dalam Negara untuk mencapai tujuan seluruh warga harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subjek pelaksanan sekaligus tujuan pembangunan. Hakikat manusia adalah monopluralis artinya meliputi berbagai unsur yaitu rokhani-jasmani, individu-makhluk sosial serta manusia sebagai pribadi-makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

  1. Pancasila sebagai paradigma Pengembangan Bidang Politik

Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar ontologis manusia. Hal ini didasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai subjek negara. Oleh karena itu kehidupan politik dalam negara harus benar-benar untuk merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.

  1. Pancasila sebagai paradigma pengembangan Ekonomi

Dalam dunia ilmu ekonomi boleh dikatakan jarang ditemukan pakar ekonomin yang mendasarkan pemikiran pengembangan ekonomi atas dasar moralitas kemanusiaan dan ketuhanan. Sehingga lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas, dan akhirnya yang kuatlah yang menang. Oleh karena itu menjadi sangat penting bahkan mendesak untuk dikembangkan sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas humanisitik, ekonomi yang berkemanuasian.

  1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya.

Dalam pembangunan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya dimiliki oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi di segala bidang dewasa ini. Sebagai anti klimaks proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai sosial budaya dalam masyarakat sehingga tidak mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi berbagai macam gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk massa yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan lainnya yang muaranya adalah pada masalah politik.

  1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam

Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak warga negara maka diperlukan peraturan perundang-undangan negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka melindungi segenap wilayah negara dan bangsanya.

  1. Pancasila Sebagai paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama.

Kehidupan beragama dalam negara Indonesia dewasa ini harus dikembangkan ke arah terciptanya kehidupan bersama yang penuh toleransi, saling menghargai berdasarkan nilai kemanusiaan yang beradap.

Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang sering diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan terhadap sumbernya itu sendiri. Mungkinkah reformasi di Indonesia mengubah kehidupan bangsa Indonesia. Jadi nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.

1. Gerakan Reformasi

Puncak kehancuran Indonesia ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendikiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya reformasi di segala bidang terutama bidang politik, ekonomi, dan hukum.

a. Gerakan reformasi dan Idiologi Pancasila

Secara harfiah reformasi memiliki makna dalah suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang di cita-citakan rakyat Indonesia, sehingga reformasi harus berlandaskan pada Pancasila yang merupakan idiologi bangsa Indonesia.

b. Pancasila sebagai dasar Cita-cita Reformasi

Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia, nampaknya tidak diletakkan dalam kedudukan dan fungsi yang sebenarnya.

Reformasi dalam persepektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradap, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Pancasila sebagai Paradigma reformasi Hukum

Kerusakan atas subsistem hukum sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya politik, ekonomi dan bidang lainnya, oleh karena itu bangsa Indonesia ingin memperbaiki kerusakan tersebut. Namun demikian hendaklah dipahami bahwa dalam melakukan reformasi tidak mungkin dilakukan secara spekulatif saja melainkan harus memiliki dasar, landasan serta sumber nilai yang jelas, dan dalam masalah ini nilai-nilai yang terkansung dalam Pancasila yang merupakan dasar cita-cita reformasi.

Hello world!

•Oktober 26, 2008 • 1 Komentar

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!